Wild Is The Wind (Bagian 2)

Klik untuk baca bagian pertama

“Baiklah Robert. Saya tidak bisa lama-lama. Saya harus pergi.” Robert pun membersihkan mulutnya dengan tissue lalu berkata “Oya sebelum kamu pergi bolehkah saya meminta nomer telponmu?” “Tentu saja. Tidak ada masalah.” Kathleen lalu memanggil waitress untuk meminjam pulpen dan secarik kertas. Lalu dia mencantumkan nomer telponnya di kertas tersebut. “Ini nomerku, Robert. Telpon aku kapan saja.” Robert pun berdiri sambil melihat kertas dengan barisan nomer yang berderet. “Oh, ya. Terima kasih.” Kathleen pun tersenyum “Ok. Saya harus pergi. Sampai jumpa lagi” Robertpun membalas “Ya, terima kasih telah menemani saya hari ini. Jangan dulu tidur malam ini. Seseorang akan mungkin akan menelponmu.” Kathleen pun berlalu sambil menjawab “Saya meragukannya, Robert.”

Mulai malam itu hingga tiga puluh hari berikutnya. Robert tidak pernah absen untuk menelpon Kathleen. Walau untuk hari berikutnya Robert hanya lebih banyak mendengar dan sesekali menimpali jika memang Kathleen membutuhkan. Mereka bisa menelpon sampai dini hari. Sampai salah satunya mengantuk. Atau dua-duanya mengantuk. Robert ada di sana karena Kathleen membutuhkan. Bukan sebaliknya. Robert tahu Kathleen sedang mempunyai masalah. Tapi Robert enggan untuk bertanya langsung. Tapi dengan Robert menelponnya mungkin dia bisa meringankan dan melupakan masalah dengan sejenak. Robert agak khawatir dengan kondisi yang melanda pada Kathleen. Robert beberapa kali melihat konsernya tanpa sepengetahuan Kathleen. Dan dia mencium ada sesuatu yang salah dengan penyanyi pujaannya itu. Robert tidak mau masalah yang dideritanya menjadi memburuk. Sudah terlalu banyak teman-teman dekat Robert yang meninggalkannya karena kecerobohan atau karena masalah yang mereka derita sehingga mereka harus mengakhiri hidupnya dengan overdosis obat-obatan ataupun alkohol. Robert melihat ada potensi itu pada Kathleen. Dan pada hari-hari berikutnya ramalan Robert pun terbukti. Ada satu malam ketika Kathleen menelpon ketika dalam keadaan menangis. Tapi dia tidak berkata-kata apa-apa. Hanya isak tangis yang bisa dia dengar, sampai dia berkata, “Aku rasanya ingin mati saja, Robert.” Sambil menutup telpon dan meninggalkan Robert sendiri dengan kepanikan.

wildisthewind3

Robert pun tertegun sejenak. Lalu dia mengambil botol kecil dari laci. Dan menaburkan serbuk putih tersebut di atas meja kaca yang sudah ia bersihkan. Serbuk putih itu sekarang sudah membentuk garis memanjang. Lalu Robert menundukan kepalanya dan menempelkan hidungnya ke serbuk putih tersebut. Dia menutup salah hidungnya dengan menekan jari telunjuknya dan “Srooot…Aargh.” Robert seketika mendongak setelah dia menghirup semua serbuk yang ada diatas meja. Lalu dia menggosok-gosok giginya dengan telunjuknya sambil melihat cermin di depannya. Meminum sisa bourbon yang ada di gelas lalu menyalakan rokok. Tak lama kemudian dia segera meluncur dan pergi dengan baju seadanya. Tidak flamboyan seperti ketika dia manggung.

Setelah ada di depan pintu apartemen. Lalu dia mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Lalu dia menunggu. Tak ada jawaban. Lalu dia mengetuk lagi. Tak lama terdengar suara langkah yang mendekati pintu. Lalu dia mendengar suara pintu dibuka. Terlihat Kathleen sedang bercucuran air mata dan langsung memeluk Robert. Robert pun menyambutnya. Lalu mereka masuk ke dalam.

Tiga puluh menit kemudian, Robert yang sedang merokok sambil berbaring di kasur dan hanya mengenakan celana dalam pun memulai pembicaraan. “Kathleen, bolehkah saya membawakan salah satu lagumu?” “Yang mana?” “Wild Is The Wind” “Oh. Dengan senang hati. Itu bukan laguku koq. Kenapa lagu itu?” “Saya pernah liat dirimu konser di Town Hall membawakan lagu itu. Saya pikir itu versi terbaik.” Kata Robert sambil menghembuskan rokoknya ke langit-langit. “Kathleen kamu itu adalah penyanyi paling berbakat yang pernah saya lihat. Janganlah mengambil keputusan yang bodoh. Sementara saya hanya penyanyi biasa saja. Cuma saja saya menemukan formula yang tepat untuk menjadi seperti ini. Mungkin kamu hanya membutuhkan istirahat dari semua keriuhan ini. Cobalah pergi ke tempat kamu belum kunjungi. Mungkin itu akan membantumu berpikir lebih jernih.” Kathleen cuma menghela nafas panjang sambil menatap langit-langit apartemen. “Mungkin kamu benar. Bagaimana jika Afrika?” “Sound like a plan, Kathleen.”

 

nb: David Robert Jones adalah David Bowie dan Eunice Kathleen Waymon adalah Nina Simone. Cerita pendek ini hanya fiksi belaka. Apabila memang sama dengan kenyataannya apa mau dikata. 

2 respons untuk ‘Wild Is The Wind (Bagian 2)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s