Ketidaktahuan Itu Manusiawi Kok, tapi Prasangka Tidak

TIDAK tahu ya tidak tahu, atau belum tahu. Itu saja, bukan lainnya.

Karena itu, bersikaplah selayaknya orang yang tidak tahu jika memang tidak tahu. Hindari bersikap lain, atau siap-siap saja ketambahan drama tak berguna. Drama yang buat apa dicari, seolah hidup yang tengah dijalani saat ini kurang melelahkan saja.

Akan tetapi, banyak orang yang tidak tahu kalau mereka tidak tahu, atau malah merasa sudah tahu dengan kepercayaan diri berlebih.

Mereka tidak sadar bila sebenarnya mereka tidak tahu, bahkan tidak mau menerima kenyataan bahwa mereka tidak tahu demi gengsi dan harga diri.

Mengapa bisa begitu?

Sebab tidak ada seorang pun yang mau dianggap bodoh!

Ketidaktahuan tidak sama dengan kebodohan. Tidak tahu bukan berarti bodoh. Jangan bias dengan penggunaan kata ignorance dalam bahasa Inggris, yang bisa sama-sama diartikan sebagai ketidaktahuan maupun kebodohan.

Ada perbedaan besar dan mendasar di antara keduanya. Sayangnya, di negara ini, kita kerap dihadapkan pada anggapan timpang bahwa ketidaktahuan dan kebodohan itu ibarat kembar dempet; kalau tidak tahu pasti bodoh.

Buktinya, kita masih sering mendengar hardikan: “Begitu aja kok enggak tahu?! Dasar bodoh!” di lingkungan sekolah, kampus, tempat kerja, kehidupan sosial, bahkan dalam rumah sendiri sejak seseorang masih kecil, dan akhirnya meninggalkan dampak sampai ybs dewasa. Termasuk melakukan tindakan yang sama kepada anak-anaknya dengan efek serupa. Begitu yang terjadi secara berulang dan terus menerus.

Sejauh ini, hanya ada dua cara untuk mengatasi ketidaktahuan:

  1. Mencari tahu dengan berbagai metode,
    1. Bertanya
    2. Membaca
    3. Menguji coba
    4. Melihat
    5. Pengindraan lainnya (menyentuh, mengendus, mengecap, mendengar)
    6. Penalaran atau perenungan
  2. Diberi tahu.

Dari kedua cara di atas, informasi yang diperoleh pun belum tentu benar dan apa adanya sebelum sungguh-sungguh terverifikasi.

Lalu, mengapa ketidaktahuan sampai bisa diidentikkan dengan kebodohan?

Ini kata Ko Glenn dalam tulisan Minggu kemarin.

1. Jangan Banyak Bertanya

Semakin sedikit bertanya, semakin mudah hidup di Indonesia. Semakin banyak bertanya akan banyak label yang melekat dan menyusahkan di kemudian hari. Misalnya: bodoh, kurang memperhatikan, kritis bahkan pembangkang. Ini tak baik untuk jenjang pendidikan dan karir.

Kalau ada pertanyaan, usahakanlah cari tahu sendiri dulu. Sekarang kan sudah ada Google Institute. Atau, bertanyalah hanya di ruang-ruang privat. Bertanya di depan umum di negara ini bisa dinilai sebagai serangan.

Sudah jelas kan hubungannya. Antara ketidaktahuan, pertanyaan yang disampaikan, rasa malu dan harga diri tidak ingin dianggap bodoh serta jadi bahan tertawaan.

Ironisnya, banyak orang yang tak mau dianggap tidak tahu (karena dianggap bodoh), tapi malah doyan menganggap orang lain bodoh (karena tidak tahu). Lengkap dengan tudingan benar/salah, baik/buruk, bagus/jelek, dan sebagainya. Sampai-sampai menjadikan mereka para polisi moral yang tahu segalanya.

Mengapa mereka bisa bersikap begitu padahal mereka tidak benar-benar tahu?

Karena prasangka dan anggapan keliru.

Prasangka: “pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri.” – Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Berdasarkan definisi tersebut, prasangka sendiri muncul dari ketidaktahuan yang dibiarkan, mengendap menjadi sikap sok tahu yang masif dan bisa berdampak melalui tindakan.

Kembali ke kalimat di beberapa paragraf atas; mereka tidak sadar bila sebenarnya mereka tidak tahu, bahkan tidak mau menerima kenyataan bahwa mereka tidak tahu demi gengsi dan harga diri.

Semuanya kian lama kian seperti kerak jelaga di pantat panci. Menghitam, mengeras, dan susah untuk dibersihkan lagi.

Entah, apakah mereka sadar atau tidak jika prasangka yang mereka simpan dan sebar luaskan bisa merugikan orang lain, bahkan diri mereka sendiri.

Silakan jawab ini, kalau bisa.

Kalau belum tahu, kenapa bersikap seakan sudah tahu?

Kalau belum tahu, kenapa bicara seakan sudah benar-benar tahu?

Sejatinya, tak ada yang salah dengan menjadi seseorang yang tidak tahu. Ketidaktahuan itu manusiawi, dan semua manusia terlahir besertanya. Yang salah adalah ketika menjadi seseorang yang tidak mau tahu, dan menggunakannya untuk mengusik orang lain, serta kecanduan atasnya.

Saran aja sih. Supaya dari tidak tahu menjadi tahu, setidaknya bertanyalah. Punya otak yang sehat, mulut yang normal, dan telinga yang berfungsi baik, kan? Mari dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Kecuali kalau memang dasarnya bebal, susah obatnya.

[]

Satu respons untuk “Ketidaktahuan Itu Manusiawi Kok, tapi Prasangka Tidak

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s