Sejak kecil saat gagal sering dinasehati “bukan gak bisa, tapi gak mau”. Didukung dengan pepatah “di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. Kemudian beranjak dewasa, sekitar berteriak memberikan motivasi “kamu pasti bisa”, “nothing is impossible”, dan yang terkini “if i can do it, you can do it”. Keputusan untuk menyerah, kalah, tak sanggup, seringnya dianggap sebagai kesalahan. Dan pelakunya dicap atau jadi merasa sebagai pecundang. A loser with capital L.
Misalnya untuk berjalan-jalan menjelajahi Indonesia dan dunia. Bertebaran meme dan motivasi-motivasi yang menganjurkannya.
Sehingga pada saat ada yang mengatakan “saya tidak bisa jalan-jalan” sering dinilai sebagai kesalahan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Pasti ada yang tidak sewajarnya. Karena seharusnya bisa. Dianya saja mungkin yang tidak mau. Kurang berusaha keras. Tidak bisa mengatur keuangan. Kemudian berlanjut ke tuduhan, fokus hidupnya ke materi sih bukan ke pengalaman hidup. Dan beragam cap yang langsung ditempel. Menjadi tekanan yang terus berkembang dan semakin mendesak.
Padahal, di saat yang bersamaan kita juga sering mendengar cerita orang yang suka bepergian, tapi belum memiliki standar kehidupan utama: papan. Pulang dari jalan-jalan di Eropa, balik ke kos-kosan atau kontrakan. Sementara yang belum pernah bepergian, mungkin karena sedang berjuang menabung untuk DP pembelian satu unit apartemen tipe studio di tengah kota. Sehingga tak ada uang tersisa untuk bisa pelesir. Jangankan ke luar benua, keluar kota pun tak bisa.
Atau bisa saja bukan soal uang, tapi waktu. Banyak yang prioritas waktunya saat ini adalah untuk mengurus orang tuanya yang sedang sakit. Tak bisa ditinggal barang sebentar pun. Kalau pun bisa, meninggalkan orang tua yang sedang sakit untuk berjalan-jalan, rasanya kurang pantas. Atau prioritas hidupnya saat ini adalah karir. Setiap waktu jadi berarti untuk bekerja lebih keras dari yang lain demi percepatan naiknya karir. Dan jutaan kemungkinan lainnya.
Contoh lainnya lagi adalah berolah raga. Dengan semakin banyaknya warga yang memulai sadar akan pentingnya berolah raga, sering member tekanan bagi yang mengatakan “tak ada waktu untuk berolah raga”.
Kejujuran itu pun dianggap sebagai alasan yang dibuat-buat. Lagi-lagi sebuah kesalahan. Atau kemalasan. Padahal kita sering bertemu orang-orang yang untuk ke toilet saja seperti tidak sempat. Ibu bekerja yang punya anak Balita misalnya. Sepulangnya dari kantor, secara naluri akan memilih untuk segera pulang dan menggendong anaknya. Baginya, tak ada yang lain di hidupnya kecuali anaknya. Atau orang-orang yang begitu mencintai pekerjaan dan karirnya. 24 jam dirasa kurang. Deadline seolah mengejar tanpa henti. Atau mungkin memang sedang fokus memulai bisnisnya sendiri. Setiap waktu jadi berarti untuk meraih impiannya.
Jangankan berolahraga, bisa duduk tenang makan selama satu jam saja adalah kemewahan bagi mereka. “Bisa minum kopi masih anget aja itu dah kemewahan, cyin…” kata seorang teman yang punya anak umur 3 tahun. “Kita baru duduk dikit, dia mau pupup. Kita baru minum seteguk, dia nangis minta digendong. Kita duduk boker di toilet aja dia minta ikut” lanjutnya lagi. Kalau ada waktu kosong satu jam saja, dia akan memilih untuk tidur tanpa gangguan. Tidur pulas. Tanpa gangguan.
Atau yang kekinian adalah menjadi pengusaha. Entrepreneur. Semua diyakinkan bisa menjadi pengusaha yang handal. Pemilik masa depan yang memberi nafkah dan kebaikan bagi sekitarnya.
Kalau ada yang bilang “aku bosan di kantor” itu adalah kesalahan. Karena seharusnya kamu mencintai pekerjaanmu sehingga setiap hari tak lagi terasa membebani. Kalau Senin dirasa berat, maka ada yang salah dengan pekerjaanmu. Kamu tidak bekerja sesuai minat dan bakat. Kamu tidak memaksimalkan potensimu. Kamu hina.
Padahal, tak ada pekerjaan di dunia ini yang selalu enak. Bahkan pekerjaan yang kita senang kerjakan pun, ada saat-saatnya terasa berat. Kita manusia. Bukan mesin. Mesin pun ada kalanya rusak dan terkadang minta diganti. “Namanya juga kerja, mana ada yang enak. Enak mah tidur…” kata seorang supir Ojek di pangkalan.
Menjadi pengusaha di bidang yang sesuai minat bakat akan membebaskan kita dari masalah? Nanti dulu. Saat mulai punya karyawan, diperlukan kemampuan yang berbeda lagi. Saat harus mengatur keuangan, tentu punya tantangannya sendiri lagi. Dan namanya pengusaha, ya berusaha terus. Lelah? Ya pasti. Bosan? Sudah sewajarnya. Kalau ada yang bilang setiap hari bagaikan liburan sejak memiliki usaha sendiri, silakan diselidiki bisnisnya. Bisa jadi bisnisnya tidak berkembang atau bahkan tidak ada lagi.
Prioritas setiap orang berbeda. Ada yang lebih mementingkan keamanan hidup. Ada yang menomor satukan keluarga. Ada yang menilai profesinya adalah pengabdian hidupnya. Sehingga seluruh waktu, tenaga dan uang yang dimiliki, difokuskan untuk prioritas hidupnya itu. Menyikapi perbedaan adalah dengan menerimanya sebagai keragaman. Demikian pula dengan prioritas hidup.
Semua pasti mau berlibur. Jalan-jalan. Bersenang-senang. Tapi jangan salah, banyak yang merasa senang saat bekerja keras sehingga berlibur menjadi siksaan baginya. “Itu yang jalan-jalan ke mana mana cuma ngejer cap di paspor. Pulang pulang cuma bawa foto-foto buat di Instagram. Gue liatin aja udah hepi lah. Jalan-jalan ngeluarin duit. Mending gue kerja lah, enak dapet duit” kata seorang teman yang memang hobi bekerja.
“Ngangkat dumbell di gym? Nih loe cobain deh gendong bayi rewel semalaman karena dia gak mau tidur. Besokannya, nangis seharian karena giginya lagi mau numbuh. Diapa-apain gak mau cuma mau digendong emaknya. Itu lah olahraga gue.”
“Gue gak bisa jadi boss. Enakan jadi karyawan. Tiap bulan dapet gaji. Ya namanya punya anak yak, susu sama uang sekolah kan gak bisa tarsok. Lah kalo gue jadi pengusaha, iya kalo jalan usaha gue. Kalo kagak? Noh temen gue, keluar kerjaan mau jadi pengusaha. Kagak balik duit, dicerain bininya” kata teman di perjalanan menuju kantor.
“Di mana ada kemauan di situ ada jalan” rasa-rasanya harus mulai direvisi. Karena tak selamanya kita bisa menlakukan apa yang kita mau, walau ada jalannya.
Reblogged this on Serendipity and commented:
Kerja mah apa aja yang penting capek hihi
SukaDisukai oleh 1 orang
baiklah kalau begitu,
saya blum bisa berhenti merokok,
atauu,
hedon,
atauuu
saya belum siap berhenti menikmati hidup
ngahahahahhaha
SukaSuka
Ter.To.Hok 😅
SukaSuka
Napa bang?
SukaSuka
Udah mempengaruhi teman buat travelling, udah berpikir enterpreneur itu paling mulia, udah maksa2 temen ikut ngegym, banyak deh om. Tertohok banget dah hehehehe
SukaSuka
mempengaruhi apa maksa? abang suka maksa siiiih
SukaSuka
Gak maksa koook
SukaSuka
iya, ya..semua hobi dan ambisi sebenarnya sah-sah aja, tapi kalau mulai memakai takarannya ke orang lain jadi ngga nyaman lagi. lha kalau semua orang Jakarta lari, apa kabar GOR Soemantri dan GBK? 😐
SukaSuka
paling benar gitu ya
SukaSuka
thank you, it feels very warm reading this 🙂
SukaSuka
setuju sama om glennmars……
SukaSuka
Akhirnya ada juga yg ngomong beginian :”
SukaSuka
Hahahahahaha kenapa emangnya?
SukaSuka
Bahkan tidur yang kata abang ojek enak, belum tentu mudah dilakukan #baladainsomnia
SukaSuka
;(
SukaSuka
Bener bangets deh, semua juga kembali ke pribadi masing2 dengan kemauan & pemikiran berbeda-beda
SukaDisukai oleh 1 orang
Aku, mau mewek baca ini.
SukaSuka
Loh kok?
SukaSuka