IDEALNYA, untuk berapa lama sih seseorang harus terus bekerja?
Dalam definisi yang sempit, setiap orang harus terus bekerja selama ia membutuhkan uang. Baik bekerja sebagai pekerja, bekerja sebagai diri sendiri, bekerja sebagai pemilik bisnis, bekerja sebagai investor, maupun bekerja sebagai konglomerat. Uang menjadi imbal jasa, bisa berupa gaji atau penghasilan entah apa pun bentuknya. Sebab pada saat ini, tindakan “membayar” pekerjaan dengan makan dan tempat tinggal gratis saja bisa dianggap sebagai perbudakan.
Kemudian, lantaran sempit, beberapa hal yang dinilai kurang relevan pun dapat dikesampingkan; impian, aspirasi, idealisme, cita-cita, dan hal-hal abstrak sejenis yang terlalu samar untuk bisa disederhanakan dalam bentuk nominal. Hingga akhirnya baru digunakan sebagai alasan, saat seseorang ingin berpindah tempat kerja meskipun baru setahun.
Bagi sebagian orang, bekerja dalam definisi sempit tadi adalah sebuah keniscayaan. Sebuah konsekuensi sosial sekaligus risiko ekonomi menjalani hidup sebagai manusia secara umum. Kecuali kalau memutuskan jadi pertapa, yang diharamkan baginya untuk memiliki, mempergunakan, bahkan menyentuh uang dan benda-benda dengan nilai tukar lainnya. Atau dalam beberapa kasus yang bisa jadi terdengar sexist, memutuskan jadi seseorang yang sepenuhnya bergantung pada nafkah dari pasangan. Karena alasan “bekerja itu melelahkan.”
Ya. Bekerja memang relatif melelahkan. Bagi tubuh dan pikiran. Jangankan bekerja, dengan menjalani hidup saja sudah bisa bikin lelah. Namun sebagai makhluk dengan rasa, kita pasti bisa membedakan mana rasa lelah yang menyenangkan dan diharapkan, serta rasa lelah yang menderitakan. Gara-gara lelah bekerja pula, sampai pada satu titik, kita, para pekerja dengan rupa-rupa posisinya, pasti pernah berupaya mencari “penghiburan”, pelepas lelah, motivational booster dari luar diri kita sendiri. Kecuali kalau sudah enek banget, maka pilihan yang diambil adalah mengganti pekerjaan dan semua hal terkait.
Harap koreksi saya bila keliru. Biasanya, hanya ada dua faktor yang bikin seseorang bisa alami perasaan enek banget dalam lingkungan kerjanya. Jadi tiga, kalau lagi-lagi ingin menempatkan nominal uang sebagai salah satunya. Faktor pertama dan kedua sama-sama berupa manusia, yakni pimpinan dan rekan kerja. Ada yang bekerja dengan gaji relatif biasa (minimum plus tunjangan dasar), namun bisa betah karena pimpinannya tidak bossy, serta rekan kerja yang menyenangkan dan saling mendukung. Begitupun seterusnya dengan perbedaan variabel lain. Bila sudah begini, mudah-mudahan Anda yang sekarang adalah pimpinan, bisa menjadi bos yang baik dan menyenangkan. Bukan sekadar tukang prentah dan menempatkan diri sebagai pemberi gaji semata. Toh bagi seseorang yang menyandang panggilan “bos”, sebodoh-bodohnya tidak lebih bodoh dari pekerjanya. Kecuali kalau memang beruntung banget, atau masih punya modal yang cukup besar untuk dijadikan kompensasi atas ketidakmampuannya. Beda cerita kalau Anda adalah seorang entrepreneur, maupun preneur–preneur lainnya. Setidaknya punya kapabilitas tertentu lah untuk mengklaim diri dan menjalani hidup as one.
Pun begitu bagi Anda yang tengah menjadi rekan kerja, mudah-mudahan bukan orang yang malesin, ngejengkelin, suka melemparkan kesalahan tim atau kegagalan korporat kepada orang lain dan sejenisnya. Mengutip tweet entah punya siapa, lupa, intinya adalah saling memahami. Sebab ketika kita tidak berupaya memahami orang lain (yang memang patut untuk dipahami dan dimaklumkan), ya jangan protes berlebihan kalau orang lain juga enggan memahami kita.
Dengan demikian juga, beruntunglah Anda yang tengah berada dalam situasi “do what You love, and love what You do.” Apa pun pekerjaannya. Sebab Anda berada dalam situasi yang barangkali menjadi dambaan banyak orang lain. Begitu didamba tapi sangat sulit untuk dijangkau. Ini bukan persoalan uang sih, melainkan mental state. Ketika seseorang bisa merasa cukup bahagia dan terpuaskan secara batin lewat apa yang dikerjakannya, terlepas dari definisi sempit di atas.
Jadi idealnya, untuk berapa lama sih seseorang harus terus bekerja?
Hmm… Sepanjang hidup. Mungkin.
Selamat melanjutkan aktivitas kerjanya.
Semoga jadi berkah. 🙂
[]