Freedom (Bagian 1)

Semalam saya menonton filem dokumenter. Judulnya What Happened Miss Simone? Kalimat ini diambil dari pertanyaan Maya Angelou kepada Nina suatu ketika.

Tadinya saya kira netflix akan meyangkan filem tentang Nina yang bukan dokumenter sebagaimana saya pernah menulisnya di gitu.in

There is nothing new under the sun. (ecclesiastes 1:9).
Lauryn Hill di tahun 1996 pernah manggung dan ngerap kira-kira begini: “So while you imitatin’ Al Capone / I be Nina Simone / And defecatin’ on your microphone..”
Nina Simone. Wajahnya seperti gambar diatas. Sebentar lagi kita bisa saksikan kisah hidupnya lewat filem Nina yang diperankan oleh Zoe Saldana. Walau banyak mengundang cibiran dari pengagum Nina, filem jalan terus dan rampung.
Nina itu negro. dan begitu bangga dengan kenegroannya. Ketika ia konser di Carnegie Hall pada 12 April 1963, malam itu Martin Luther King Jr, ditahan polisi di Birmingham, Alabama. Nina sama halnya dengan King, begitu memperjuangkan hak-hak sipil kaum kulit hitam. tapi lihatlah rambutnya yang lurus. sangat “putih” bagi seorang gadis kulit hitam.

Tadinya saya mengira, saya akan emnonton filem yang itu. Rupanya tidak. Saya menonton filem dokumenter dengan produser anaknya sendiri, Lisa Simone Kelly.

Filem dibuka dengan adegan Nina ditanya satu  oleh reporter. Apa itu Kebebasan? Nina tersenyum. Nina bergumam. Nina bercerita panjang lebar lalu berhenti  pada kalimat: kebebasan adalah tanpa takut. Lalu filem bergulir sepanjang 100 menit.

Nina Simone. Wajahnya jelek. Bahkan jika dibandingkan dengan orang kulit hitam lainnya. Tubuhnya agak bungkuk dengan kelegaman yang khas. Hitam doff, bukan glossy.  Dilahirkan dengan nama Eunice Waymon. Ibunya pendeta, dan setiap minggu, dengan piano, Eunice kecil tampil di depan jemaat ibunya. Menekan jemari. Jemaat menyaksikan dengan seksama.

Lalu seperti kisah hidup keren lainnya, bakat Nina ditemukan seorang jemaat kulit putih. Guru piano klasik. Di usia 5 tahun Nina diperkenalkan dengan Bach. Setiap hari dia berlatih piano 7 – 8 jam sehari. Melewati rel kereta, melintasi perbatasan kulit hitam dan warga putih.

Screen Shot 2015-07-10 at 11.36.27 PM

Di usia 18 tahun Nina atas bantuan guru pianonya belajar di Julliard. Namun gagal ambil bagian di Sekolah Musik Curtis. Sebabnya hanya satu. Dia negro.

Maka pada titik inilah dirinya berubah secara drastis. Fakta yang menimpa dirinya bahwa menjadi negro adalah najis di kala itu. Sejak kecil ia terasing dari teman negronya karena ia lebih banyak habiskan waktu menekan tuts piano. Begitu pun dengan kalangan kulit putih. Yang ia kenal  hanya guru piano dan teman sekolahnya.

Saat identitasnya sendiri dipertanyakan olehnya, dirinya kehabisan uang. menjelmalah Eunice menjadi Simon. Dirinya malu jika ibunya tahu dirinya menjadi penyanyi klub malam. Eunice Waymon yang menjelma Nina Simone.

Saat Nina memuncaki tangga lagu dan diundang Hugh Hefner di rumah playboy-nya, Nina menyanyikan lagu hits-nya I Love You Porgy. Nina masih banyak tersenyum.

I loves you, Porgy,
Don’t let him take me
Don’t let him handle me
And drive me mad
If you can keep me
I wanna stay here with you forever
I’ve got my man

Someday I know he’s coming to call me
He’s going to handle me and hold me
So, it’ going to be like dying, Porgy
When he calls me
But when he comes I know I’ll have to go

Beberapa saat kemudian dia bertemu dengan Porgy-nya, seorang sersan polisi yang kelak menjadi suami sekaligus manajernya.

Lalu filem berangsur-angsur makin redup. Suasananya kelabu.

(bersambung)

Salam anget,

roy

..

Bonus sementara (karena tulisannya kudu disambung mengingat karena harus kerjakan hal lainnya. Hahaha).

Freedom menurut Pharrell William itu begini.

8 respons untuk ‘Freedom (Bagian 1)

  1. Aku keberatan kalau Nina Simone dianggap jelek. Nina Simone adalah seorang negro yang amat cantik. Aktivis yang berapi-rapi, sayang di tahun-tahun terakhirnya ia dikecewakan dengan negaranya. Aku sempat berpikir untuk mengganti beberapa kata di “Mississippi Goddam” dengan kata-kata semacam “Jakarta”/”Indonesia” dll.

    Suka

  2. Dearest Linimasa,

    Aku mohon izin dan restu dari Kakak semua. Klub Teaterku berencana ingin membuat website semacam Linimasa, dengan konsep piket seperti Kakak-Kakak. Karena kami terinspirasi dari Kakak, kami mohon izin untuk membuat website dengan konsep serupa.

    Mohon izin! whoosh

    Regards,

    Klub Teater Kacang Atom Bulan.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s