Di antara sekian banyak topik tulisan. Ada tiga hal yang aku ndak punya cukup kapabilitas: olahraga, agama dan vagina. Jadi, sebelum jauh, anggep aja kita lagi bertukar pengalaman ya? Kebetulan juga kebanyakan kita sedang puasa Ramadhan.
Keluarga kami dua kali bayar zakat. Satu, kepada pengurus mesjid komplek. Sekedar untuk melunasi gengsi. Dua, kepada dua orang terdekat yang kami anggap ndak mampu. Kami bawa kandidat masing-masing beserta alasannya. Bisa dari lingkungan rumah, kantor, saudara, kawan, siapapun yang cukup kami kenal dan membutuhkan uluran tangan. Atau, kami pikir demikian.
Mencari orang yang tepat. Membahasnya di meja buka puasa. Menimbang. Memutuskan. Jadi kegiatan yang seru di samping ibadah harian yang ndak lagi aku kerjakan. Pernah juga kami serahkan pada orang yang salah. Punya istri dua dan malas bekerja. Mama minta ganti nama di bulan puasa berikutnya. Proses diatas diulang. Salah lagi. Ya ulang lagi. Gitu aja terus.
Sampai tahun 2001 kami serahkan zakat-sodaqoh itu kepada Mak Mien, tukang pijat langganan, dan Mang Asep, tukang kebun. Mereka adalah target zakat kami sendiri setiap tahun. Diluar sepengetahuan Mesjid, tentunya. Lagian ini kan urusan pribadi ya?
Selang 12 tahun. Mak Mien kirim pisang raja dua tandan besar pakai kurir motor. Katanya untuk pisang goreng enak banget. Ditemenin teh nonton TV. Mak Mien udah tua. Ndak kuat mijit. Eh, untung masih ada kebon di Padalarang dan sedikit tabungan. Sudah dua tahun Mak Mien kirim pisang ke pasar Jatinegara. Kurir motor itu bahkan punyanya Mak Mien. Entah di bagian mana zakat-sodaqoh kami ambil bagian. Atau bisa jadi sama sekali ndak berguna. Yang kami tau, kami ndak salah orang.
Ada rasa lega sekaligus bangga yang sulit dijelaskan. Sensasinya bikin nagih. Mak Mien meninggal setahun lalu. Sasaran zakat kami ikut berubah. Meski rindu pijatan dan pisang goreng manisnya ndak kira-kira.
Mang Asep sejak 2009 nyambil jadi tukang. Bikin lemari. Perbaiki kusen. Ngecat ulang seluruh tembok rumah. Merakit IKEA FJELL Wardrobe with 2 doors! Kebun terlalu kecil rupanya. Kemampuan pertukangan dan perhatian atas detil pekerjaan bikin Mang Asep berkembang. Punya workshop bikin meja-kursi warung. Pesanannya banyak. Kami pernah ditolak pesan lemari karena antriannya udah 3 bulan! Anaknya lulus IPB. Entah bagian mana zakat-sodaqoh kami ambil bagian. Atau bisa jadi sama sekali ndak berguna. Yang kami tau, kami ndak salah orang.
Ada rasa lega sekaligus bangga yang sulit dijelaskan. Sensasinya bikin nagih. Mang Asep sudah ndak perlu kami lagi. Kami yang butuh beliau. Urusan Kitchen Set. Sumpah ribet banget. Target zakat kami berubah.
Sekarang aku punya dua nama. Kakakku punya tiga kandidat. Mama satu nama. Papa dan Sekar ngikut aja, katanya. Perdebatan meja makan akan dimulai. Waktu buka jadi panjang. Makannya jadi banyak! Harusnya lusa kami sudah punya target zakat kami sendiri.
Aku kok ingin ngerasain sensasi yang sama untuk pajak ya…
Tak terasa, kita akan segera Ramadhan kembali nih.
SukaSuka
Reblogged this on #tintakopi.
SukaSuka