Apa seluruh yang bersumber dari hati selalu bernilai positif? Ternyata tidak. Hati yang tersakiti bisa mengubah dirinya menjadi energi yang membawa akibat tak baik. Iri. Dengki. Cemburu. Marah. Entah apalagi.
Bagi para kreatif, apapun suasana hati sebetulnya adalah saat yang tepat dalam berkarya. Jatuh cinta bisa menjadi satu dua buah lagu. Sakit hati? Satu album.
Saya lebih menyukai perasaan cinta sebagai energi. Agar ia menjadi kekal. Jika cinta sedikit bersembunyi, paling sebagian energinya berubah wujud menjadi energi lain, misal: cemburu, sakit hati, gembira, sedih, dan energi apalah lainnya.
Jika cinta adalah energi, maka ia dengan mudah akan merambat. Menularkan kepada sekitar. Nyetrum. Semacam itu.
Energi menurut KBBI berarti
kemampuan untuk melakukan kerja (misal untuk energi listrik dan mekanika); daya (kekuatan) yg dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan, misal dapat merupakan bagian suatu bahan atau tidak terikat pada bahan (seperti sinar matahari); tenaga;
Energi manusia lebih dikarenakan kerja otot. Namun bagi saya, kerja hati akan jauh lebih efisien dan efektif. Bekerja dengan hati. Menulis dengan hati. Berpasangan dengan hati. Bagaimana jika hati tak ikut serta? Kerja masih bisa. Menulis juga. Berpasangan? Jika rela membohongi diri sendiri ya oke-oke saja.
Masalah muncul ketika kita sadar bahwa kita hidup sepertinya cuma sekali, kecuali bagi yang percaya konsep reinkarnasi. Tapi bahkan dengan meyakini reinkarnasi pun, episode satu daur hidupnya akan sia-sia jika tak sempat mencintai dengan hati. Hidup sekali bisa saja mecintai berkali-kali? Otentusaja. Namun menemukan cinta sejati adalah tantangan pada level selanjutnya. Tak ada usia yang pas untuk bicara hati. Setiap saat, kita berhak untuk menggunakannya.
Sebetulnya sih ndak pas juga jika semua gerak energi penuh perasaan ini dikatakan semata-mata hati. Karena sesungguhnya semua perasaan dan suasana hati ada dari kerja otak kita. Hanya saja karena terlalu berdampak pada tubuh maka bagian yang hangat justru muncul dari sisi dada. Lalu kita dengan mudah mengira itu adalah hati. Padahal degup jantung, denyut nadi, adalah efek otak dari alam (bawah) sadar kita.
Kira-kira begitu dugaan saya.
Sekali lagi, menurut KBBI
hati ada di dalam tubuh manusia yg dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dan sebagainya): segala sesuatunya disimpan di dalam –; membaca dalam — , membaca dalam batin (tidak dilisankan); berbicara dari — ke — , dengan jujur dan terbuka; atau apa yang terasa dalam batin: sedih — ku memikirkan nasib kawanku itu; atau sifat (tabiat) batin manusia: orang itu baik — nya;
Dugaan saya lainnya adalah bahwa dengan hati sebetulnya kita belajar untuk kompromi. Kenapa? Karena hati sejatinya mudah berubah suasananya. Turun naik. kembang kempis. Tarik ulur. Oleh karenanya, apapun yang dikerjakan dengan hati, lebih luwes untuk menyesuaikan dengan keadaan. Binar mata, raut muka, gerak tubuh, adalah cerminan hati. Bisa saja dibuat-buat, namun pada akhirnya secara naluriah tubuh akan menyelaraskannya dengan kondisi hati. Tubuh akan lekas lelah jika semua aktivitasnya berlawanan dengan kata hati. Kerja yang tak ikhlas. Berkegiatan dengan keterpaksaan. Membina hubungan karena faktor lain yang mengharuskan.
Itulah sebabnya mengapa hati begitu penting. Karena hati yang ada di dalam diri, sejatinya tak berwujud. Hati yang selama ini kita sering sebut, sejatinya adalah sebuah energi. Susah kita simpan dan akan jauh lebih mudah untuk kita salurkan.
Selamat pagi dan hati-hati.
Roy
Karena hidup butuh lebih banyak hati (apalagi saat ini)..
Makasih om yang baik hati atas tulisannya..:)
SukaSuka
Terima kasih juga Fani yang telah sepenuh hati membacanya.
SukaSuka