Ada benarnya… Karena dengan memproduksi maka tubuh dan pikiran kita akan aktif. Perasaan kita akan dipenuhi dengan harapan akan hasil yang baik. Seluruh energi akan terarahkan pada proses demi hasil yang sesuai harapan. Dan menjauhkan kita dari “pikiran yang enggak-enggak” serta hasrat untuk bergosip dan membicarakan keburukan orang lain. Terlebih, sirik pada keberhasilan orang.
Harap diingat, produktif tidak sama dengan sibuk. Karena sibuk belum tentu menghasilkan. Buat sebagian besar kelas menengah, nongkrong di cafe pun merupakan bentuk kesibukan. Mencari kutu di tangga depan rumah pun disebut kesibukan. Memilih baju untuk dipakai hari itu juga sering disebut kesibukan.
Produktif yang berasal dari kata “producere” memiliki makna “menghasilkan sesuatu”. Terutamanya berupa barang dan komoditas. Hasil nyata yang kalau bisa diperdagangkan. Bukan hasil pemikiran. Karena pemikiran mutlak diperlukan jika hendak menghasilkan benda. Sementara pemikiran saja, belum tentu menghasilkan benda nyata. Mungkin lebih mudahnya, dengan bahasa terkini “berkarya”.
Benda nyata itu bisa berupa macam. Mulai dari kerajinan tangan, masakan, jahitan, dan tentunya juga tulisan. Di bagian awal ketika kita bekerja untuk menghasilkan benda, mau tidak mau, suka tidak suka, mulut kita diam. Tangan bekerja, mata melihat, dan lebih sering pikiran kita berbincang dengan diri kita sendiri. Tusuk jarum masuk di sini keluar di situ lebih baik, benang berwarna jambon sepertinya lebih sesuai, kata ini lebih pas untuk mengekspresikan, ditambah sedikit pala sepertinya akan lebih nikmat, dan beragam diskusi lain yang tersimpan dalam hati.
Sampai kemudian di satu titik di tengah, semua sudah fix dan mantap sehingga tak perlu lagi diskusi hati, hanya tangan dan kaki yang bergerak. Saat itulah biasanya pikiran kita mulai melayang, tak jarang merenung hal-hal lain yang terjadi di diri kita. Soal masalah hidup, pekerjaan lain, tugas, keluarga, teman, saudara, terus menerus terkadang sampai ke masalah pokok yang sebenarnya. Saat kita berproduksi, pikiran dan perasaan kita menembus kulit luar yang terlihat. Sampai pada titik inti. Seringnya saat kita sampai di titik itu, kebanyakan masalah sebenarnya bukan masalah kalau tidak dipermasalahkan.
Bukankah penyebab semua masalah ada di diri kita? Hasrat untuk segera menikah sementara belum menemukan pasangan yang sesuai. Keinginan memiliki sesuatu tapi belum cukup uangnya. Berharap orang lain berubah sesuai kehendak diri. Menginginkan lebih dari cukup padahal cukup adalah cukup. Belum lagi kerepotan memikirkan soal pencitraan kebaikan yang mustahil bisa terus menerus. Atau harapan pujian di media sosial yang lebih sering bersifat maya ketimbang nyata.
Semua ini hanya bisa terjadi, saat mulut terkunci dan biarkan anggota tubuh lain yang bekerja. Banyak yang menyebut saat berkarya sebenarnya kita sedang bercinta dengan diri kita sendiri. Makanya buat sebagian orang lebih suka berkarya di ruangan tertutup tanpa gangguan bahkan handphone pun dimatikan. Terisolasi. Serupa dangan “me time” yang sudah menjadi kebutuhan pokok di tengah hiruk pikuk sekitar. Tak heran kalau banyak orang berlibur mencari tempat yang sepi. Dan biasanya semakin sepi dan terisolir sebuah penginapan, semakin mahal harganya. Semakin jauh dari keramaian, semakin eksklusif rasanya.
Jadi, bisakah kita berkesimpulan bahwa berproduksi memberikan rasa dan sensasi yang sama dengan liburan? Yang pasti, menjadi produktif dan berlibur sama-sama bisa membuat kita bahagia.
Sepertinya sebagian besar dari kita bisa merasakan betapa lambannya bisnis berkembang belakangan ini. Harga perlahan semakin mahal, tidak diiringi dengan penghasilan yang meningkat. Banyak bos mulai ancang-ancang untuk menyelamatkan perusahaannya. Karyawan mulai berpikir lebih keras untuk mendapatkan penghasilan lebih. Sekalian persiapan kalau-kalau kena PHK. Produktivitas menurun. Ditambah lagi media yang sering memberikan gambaran keadaan yang tidak semakin baik.
Berproduksi (baca: berkarya) bisa dijadikan pilihan yang pantas untuk dicoba. Ketimbang duduk merenung, mungkin ada baiknya mulai menulis di blog yang sudah lama tidak diupdate. Daripada kongkow bergosip, membuka buku resep dan mencoba masakan baru bisa jadi alternatif yang lebih seru. Bengong di kemacetan bisa diatasi dengan merajut kaos kaki si kecil di rumah. Duduk sendirian di cafe menanti klien yang terjebak macet, bisa diisi dengan menggambar.
Merasa tak berbakat di bidang kerajinan tangan, tak perlu dipaksa. Kita semua diciptakan untuk memproduksi H2O. Mari berolahraga. Manfaat fisik berolahraga, sepertinya semua sudah tau. Coba pilih olahraga yang membutuhkan gerakan yang sama terus menerus. Istilahnya cardio. Seperti berjalan kaki, berlari, berenang, bersepeda, atau bahkan menyapu.
Hasilnya seperti apa nanti, anggaplah bukan urusan kita. Karena proses saat berproduksi itulah yang sedang kita cari. Yang kita butuhkan. Kita butuh berlibur. Mulailah berproduksi.
NB:
Kalau berproduksi anak? Silakan jawab sendiri.