Jadi Diri Sendiri?

Dalam pidatonya di depan lulusan Barnard University, Meryl Streep menyampaikan bagaimana dia mempelajari mengenai acting dari kehidupan. Dimulai saat dia masih kecil, saat Ibunya beracting mendampinginya yang sedang berkhayal menjadi Putri Bangsawan. Atau saat Ibunya sedang bersedih tapi harus acting bergembira di depannya agar dia tak ikut bersedih. Ibunya sedang memainkan perannya sebagai Ibu.

Setiap kita memiliki peran yang harus kita mainkan. Sebagai anak, ayah, ibu tunggal, duda, teman, nenek, kakek dan beragam peran lainnya yang sebagian besar bukan karena pilihan. Tapi takdir. Kita tidak bisa memilih siapa orang tua kita tapi kita bisa memilih siapa teman kita. Itu pun tak selamanya benar. Banyak kejadian kita pun tak bisa memilih siapa teman kita.

Ada teman yang kita jaga karena berhubungan dengan kepentingan keluarga misalnya. Atau bisnis yang sedang kita jalankan. Atau semata karena teman itu adalah TTM paling yahud bahkan lebih yahud dari pacar sendiri. Teman pun ada kategori dan klasifikasinya sendiri-sendiri.

Saat di rumah, ayah berperan sebagai pimpinan rumah tangga. Yang diharapkan bisa memberikan arahan kepada seluruh anggota keluarga. Di kantor, ayah berperan sebagai karyawan, diharapkan bisa menjalankan perannya sebagai pelaksana dan memberi masukan kepada majikannya. Sesampainya di gym sore hari, ayah berperan sebagai hamba Tuhan yang diwajibkan untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Di ranjang? Ayah diharapkan berperan sebagai Julian Rios.

Apapun peran yang sedang dimainkan, semuanya tertulis pada naskah yang tak pernah kita ketahui ujung ceritanya. Kita hanya memainkan naskah yang baru ditulis di detik tersebut oleh Sang Sutradara. Tak peduli apakah kita sedang mood, letih, atau tak sesuai dengan perkiraan dan harapan kita. Pokoknya, lakonkan sebaik-baiknya. Semua mengarah pada satu keyakinan, cerita akan bergulir dan berujung pada kebaikan.

Seorang teman sutradara pernah berkata, aktor yang baik adalah aktor yang pasrah pada dua hal: naskah dan sutradara. Apa pun naskah yang tertulis harus tersampaikan sepenuh jiwa raga. Penonton harus percaya melalui setiap gerak tubuh dan tutur. Dan sutradara, adalah dalang utama yang memiliki kuasa penuh. Ini yang konon menjadi alasan mengapa Dian Sastro kurang tampil gemilang di film Pasir Berbisik. Konon, Dian mulai punya kehendak dan tak lagi pasrah pada kehendak sutradara. Beda saat dia memerankan Cinta.

Kata seorang teman Muslim, Islam itu sebenarnya berarti pasrah. Menyerahkan diri seutuhnya pada kekuasaan terbesar dari manusia dan alam semesta. Kepasrahan yang didasari pada keyakinan bahwa Yang Maha Tahu dan Penentu adalah yang paling memahami apa yang terbaik.

Ribuan manusia memenuhi mall di malam Minggu. Semua sedang memainkan lakonnya masing-masing. Ada yang sedang memainkan peran dengan baik tapi banyak juga yang kurang penjiwaan. Sehingga tampak tidak beliveable di mata penonton. Misalnya, sepasang kekasih yang satu tampak sedang memikirkan hal lain. Atau sekeluarga yang seperti sedang dipaksa bersama. Atau jomblo yang sebenarnya sedang mencari pasangan namun hendak memberikan kesan “i am happy with myself”.

Mengamati manusia yang berseliweran di depan mata, bisa lebih seru dan menantang ketimbang nonton film. Karena penonton diberikan kebebasan sepenuhnya untuk berimajinasi dan menentukan sendiri alur ceritanya. Interpretasi bebas. Tak ada sinopsis yang bisa dibaca sebelumnya. Apalagi review oleh kritikus film. Karena pada film kehidupan, kita semua boleh menjadi kritikus.

Kritikus film kehidupan, tidak akan pernah dicemooh “ah belum pernah bikin film aja, sok ngritik!” Tidak ada satu pun manusia yang pernah bikin film kehidupan. Kritikus yang terlalu pedas, sering disebut nyinyir bahkan sinis. Seolah tak pernah bahagia. Kritikus yang santun, akan disebut “politically correct”. Kritikus yang pikirannya bisa mewakili dan membuka pemikiran sebagian besar pembacanya sering disebut bijak. Kritikus yang tak pernah mengkritik, tak memiliki pembaca.

Musik dan sound effect memainkan peran penting pada sebuah film. Demikian pula pada film kehidupan. Siapa pernah lupa teriakan seorang ibu di infotainment “kamu anak durhakaaa!” Diringi isak tangis dramatis dan menyayat hati. Atau “yang saya inginkan itu… Indonesia Raya” yang diucapkan sambil tersedak penuh penghayatan. Atau suara pletak pletok yang keluar kencang menusuk kalbu saat perumahan di kawasan Tanah Abang terbakar. Dan yang terkini tentunya “es temong pakai roti, kalau ngomong hati-hati”.

Sehabis menonton film yang berkesan, perasaan kita akan terbawa beberapa saat bahkan hari setelah keluar dari bioskop. Demikian pula saat kita sedang menyaksikan film kehidupan. Banyak adegan yang kita lakoni atau dimainkan orang lain, tetap tinggal di pikiran dan hati. Ada yang menjadi kenangan buruk ada pula menjadi kenangan berkesan yang menjadi pegangan sepanjang hidup.

Adegan-adegan terus datang dan pergi. Adalah tugas kita sebagai pelakon untuk menonton. Bagaimana mungkin kita bisa berlakon dengan baik kalau tidak pernah menonton lakonan yang baik. Bintang film sekaliber Meryl Streep pun belajar acting dari film kehidupan.

“Menjadu diri sendiri” di film kehidupan bisa menjadi moto yang egois dan mustahil. Karena setiap lakon baru akan hidup karena ada lakon yang lain. Dan setiap lakon berkewajiban menghidupkan lakon yang lain.
Setiap adegan ada adalah hasil dan akibat adegan sebelum dan sesudahnya. Saat kita ditakdirkan untuk menjadi pelakon, menjadi diri sendiri adalah menjadi pelakon. Kalau Ibunya Meryl Streep menjadi dirinya sendiri, bisa jadi dunia tak akan memiliki bintang sekaliber Meryl Streep.

Lagian, untuk apa jadi diri sendiri kalau bisa menjadi George Clooney atau Beyonce? Sia-sia waktu menjadi diri sendiri kalau bisa menjadi Bill Gates atau Kim Kadarshian. Jangan mau jadi diri sendiri kalau bisa jadi Mr. Grey atau Reza Rahardian.

Dalam film kehidupan, haram hukumnya menjadi diri sendiri. Jadilah bintang bersinar yang melakonkan peran yang sudah diberikan. Walau tak pakai tanda tangan kontrak atau kesempatan untuk membaca naskah sebelumnya. Pasrah dan yakinlah pada Sang Sutradara yang terus membimbing dan mendampingi. Dan semua pelakon akan nonton bareng Sang Sutradara untuk memberikan standing ovation pas bagian credit title sebelum tamat.

By:


Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: