Senin pagi, dua hari lalu.
Masih gegoleran waktu Presiden Jokowi sedang melantik para menteri baru. Lagipula, ndak ada yang menarik kok, jadi nontonnya sambil lewat begitu saja. Hingga kemudian, ada pemandangan berbeda di sesi kedua, saat pelantikan wakil menteri.

Ya, ada yang mengenakan batik dengan pola tak biasa; motif Dayak.
Entah menampilkan gambar hewan atau tumbuhan, seingat saya motif Dayak di kemeja wakil menteri tersebut cukup jamak terlihat di sini, di Samarinda, Ibu Kota Kalimantan Timur (Kaltim). Guratannya luwes, motifnya berulang namun tidak padat, dan warna utamanya tunggal, yaitu merah serupa getah pohon.
Pemandangan itu cukup aneh. Mengingat tidak ada satu pun orang Kaltim yang dipercaya menjadi pengisi Kabinet Kerja. Bahkan gara-gara realitas ini, banyak tokoh penting setempat yang kasak-kusuk. Mereka menuntut perhatian khusus pemerintah pusat, sampai peninjauan ulang kebijakan dana bagi hasil eksploitasi kekayaan alam untuk negara.
Setelah Googling, ternyata Wakil Menteri Luar Negeri, Abdurrahman Mohammad Fachir ini memang punya darah Kalimantan. Cuman, lahir sebagai orang Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), akan lebih pas bila mengenakan Sasirangan. Kain khas sana. Meskipun karakteristik motifnya jauh lebih abstrak dibanding batik motif Dayak.
Saya lebih suka menggunakan sebutan “batik motif Dayak” atau “Batik Kalimantan” sekalian, ketimbang “Batik Dayak” yang kesannya dipaksakan. Bagaimana tidak, batik sendiri bermakna kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Sedangkan warisan budaya sandang suku Dayak kebanyakan adalah pakaian dari olahan kulit tanaman tertentu. Ada pula kain mirip sarung dengan hiasan manik-manik berbentuk motif naga, burung enggang, maupun manusia. Serta Ulap Doyo, tenunan dari serat daun doyo. Selebihnya, bersama dua varian yang muncul belakangan, yakni Badong Tencip dan Sulam Tumpar (namanya kurang eksotis apa coba?), aneka kerajinan tersebut merupakan milik subsuku-subsuku besar Dayak, tersebar di seantero pulau Kalimantan.
Sebagai pembanding. Waktu masih SD pertengahan era 90-an lalu, salah satu ibu guru pernah menuturkan pengalamannya di pedalaman hutan. Di sana, kala itu, ia tak hanya bertugas mengajari baca tulis. Melainkan juga membudayakan pakaian “layak”, yang didominasi atasan. Baru beberapa tahun terakhir saya tahu, itu adalah program “memanusiakan manusia Indonesia” gaya Orde Baru. Termasuk dengan membusanakan orang-orang yang telanjang dada. Istilah “Batik Dayak” pun makin mendekati oksimoron.
Ndak tahu siapa yang pertama kali mencetuskan sebutan Batik Dayak, entah sebagai inovasi atau Jawaisasi. Kemungkinan besar, si polan itu pula yang berpikir kreatif untuk memindahkan media motif Dayak. Dari gambar bagian tameng perang, pahatan topeng Hudoq, maupun ukiran dinding utama Lamin atau rumah tradisional suku Dayak ke atas kain. Hingga akhirnya melekat di tubuh banyak orang. Mulai dari seragam sekolah dan baju KORPRI se-Kalimantan, wakil menteri tadi, sampai almarhum Madiba.

Terlepas dari penjelasan di atas, saya baru melihat perajin batik motif Dayak yang menggunakan malam kira-kira empat tahun lalu. Itu pun di mal, eksibisi pembuatan batik motif Dayak dalam rangka hari jadi Kota Samarinda. Rasanya, ndak ada proses produksi beginian di Samarinda. Hmm… Barangkali memang sayanya yang kurang wawasan. Tapi rupanya benar saja, lah wong kapanan sempat baca artikel ada batik motif Dayak yang dibuat di Pekalongan. Kata si bosnya (sanes tiyang Kalimantan), alat dan pembatiknya terbatas di Kalimantan. Jenis air lokal juga berbeda, memengaruhi pewarnaan. Kalau begini, berarti batiknya ala Jawa, motifnya doang yang Kalimantan.

Walaupun dijuluki batik dari Kalimantan, perbedaan fondasi budaya tetap tidak bisa memperlakukannya sama dengan batik Jawa Tengah-Yogyakarta (Parang Rusak, Udan Liris, Sogan, Truntum, Garuda, dan sebagainya). Motif Batik Kalimantan cenderung dimaknai secara denotatif, apa adanya. Mirip dengan pemaknaan pada batik pesisir Jawa.

Motif naga serta burung enggang dengan kesan visual primeval melambangkan keanggunan dan kecantikan pemakainya yang wanita. Motif tanaman, terutama pakis, adalah pola umum sebagai ulir ciri khas Dayak. Untuk motif tameng perang Dayak, menghasilkan wajah seram simetris. Itu saja. Berbeda dengan sarung mistis Belian, shaman atau juru sembuh suku Dayak. Seringkali hanya berupa kain merah, atau dengan anyaman manik batu di bagian bawahnya. Begitupun Ulap Doyo, dengan hanya satu deret objek tunggal serupa ukiran patung manusia ala Dayak, yang disusun vertikal repetitif.
Selain itu, beda bagian Kalimantannya, beda pula motif batiknya. Di Kaltim dan provinsi termuda, Kalimantan Utara (Kaltara), lekukan motifnya lebih halus. Sementara batik motif Kalimantan Tengah (Kalteng) maupun Kalimantan Barat (Kalbar) secara umum menggunakan pola yang pixelated, seolah berpatokan pada strimin.
Masih berusia relatif muda, tampaknya memang tidak mustahil untuk menyusun penelitian komprehensif mengenai batik motif Dayak ini sejak awal mula. Kebayang prosesnya rada susah, lantaran berlingkup sepulau Kalimantan. Termasuk Negara Bagian Sabah dan Serawak, serta Brunei Darussalam. Capek di jalan.
Jujur, hanya sekitar sembilan helai kemeja batik motif Dayak yang pernah/sedang saya miliki. Empat di antaranya adalah seragam khusus Kamis dan Jumat waktu TK sampai SMA. Satu helai malah dibuat untuk hajatan paguyuban warga Tionghoa. Satu helai lainnya untuk tampil jadi tim paduan suara lomba FSBKST di Jakarta beberapa tahun lalu. Dua lainnya bisa dikenakan untuk urusan kantor. Sisanya, dipakai khusus kondangan umum.
Boleh dibilang, sekarang, mau suku apa saja, kalau sudah jadi warga Samarinda, atau Kaltim, atau pulau Kalimantan, pasti bangga dengan batik motif Dayak. Termasuk Pak Wamen tadi.
[]
Hai, saya perwakilan dari komunitas kristik Indonesia. InsyaAllah pd tgl 17-08-2017 nanti kami akan menggelar event “Kristik Untuk Indonesia – Kain Nusantara”. Dimana semua jenis kain/batik yg mewakili seluruh Indonesia nantinya akan disulam dalam bentuk kristik.
Saya minim sekali untuk mendapatkan gambar/foto motif kain khas kalimantan utara secara detail, juga mengenai filosofi motifnya. Bolehkah minta bantuannya untuk memberi detail?
SukaSuka
Halo, maaf baru merespons sekarang.
Sebenarnya, saya juga masih lumayan awam soal seluk beluk motif kain khas suku Dayak Kaltim-Kaltara, (kebetulan antara ragam motif Dayak Kaltim dan Kaltara masih cenderung identik), jadi saya ragu bisa membantu. Takut salah-salah. 🙂
SukaSuka