Kulit Menginginkan Kacang Melupakannya

Jangan seperti kacang melupakan kulitnya. Ungkapan yang sering diputar terus menerus. Seperti pita kaset yang tak pernah menipis. Ungkapan yang ditujukan untuk siapapun yang dianggap melupakan pelindungnya. Melupakan pembimbingnya, pengasuhnya, perawatnya, pendidiknya, dan siapapun yang telah merasa berjasa menjadikannya seperti sekarang. Tentunya kalau siapapun itu dianggap berhasil, sukses, tajir, tenar, mencapai atau bahkan melebihi harapan. Bahkan yang menyumbangkan doa atau ucapan dukungan pun ikut merasa tidak boleh dilupakan. Kalau perlu, para pendukung ingin ikut diangkat dan maju bersama.

Jokowi dan JK baru saja menjadi Presiden Terpilih. Dukungan yang diberikan kepadanya selama masa kampanye memang luar biasa. Tak ada yang bisa menduga mana yang sekedar menginginkannya jadi Presiden, dan mana yang ada maksud terselubung. Pasti banyak yang sekarang sedang bergerak cepat dan sistematis dengan semboyan “Jokowi, kamu jangan seperti kacang melupakan kulit!” Ingatlah kami-kami ini yang selama ini telah ikut membawa kemenangan. Tak berhenti sampai di situ, ada yang mengiringi dengan ancaman “kalau kamu seperti kacang melupakan kulit, maka aku akan selamanya menjadi pengganggu pemerintahanmu nanti.”

Ketulusan? Ah udah kuno! Hanya orang tua yang tulus mengasihi dan membimbing anaknya… Eits, nanti dulu. Mungkin kita lupa dengan Ibu Malin Kundang yang mengutuk anaknya jadi batu, karena anaknya dianggap telah melupakannya. Kurang ajar sama Ibu yang telah sembilan bulan mengandung, merawat, mengasuh dan membesarkannya. Untuk sebuah harapan agar Malin Kundang menjadi anak yang berhasil. Namun rupanya, ada harapan tak tertulis dan tak terucap, harapan agar Malin Kundang tak melupakan jasa Ibunya kalau sukses nanti. Makanya ngobrol dong…

Anak dianggap sebagai investasi. Kalimat ini bisa jadi terdengar sangat pahit dan getir. Namun manusiawi. Setelah segalanya diberikan oleh orang tua, maka semanusiawinya anak pun membalas jasa orang tua. Dan ketika anak gagal menjadi seperti yang diharapkan orang tuanya, beragam pepatah, umpatan, dan nasehat telah disiapkan untuknya. “Kamu anak durhakaaaa!!!!” Bagi penggemar infotainment pasti ingat teriakan dramatis seorang Ibu ini di layar kaca.

Selain mengingat jasa orang tua, anak Indonesia juga diharapkan (baca: diwajibkan) untuk mengenang jasa para pahlawannya. Pahlawan yang telah membawa kemerdekaan kepada bangsa ini sehingga sekarang bisa merasakan kemerdekaan. JAS MERAH! Jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Kata salah seorang Proklamator republik tercinta ini.

Cukup? Belum! Selain orang tua, pahlawan, sejarah, anak Indonesia pun harus mengenang para leluhurnya. Leluhur yang telah menjadikan anak itu ada di dunia. Masih kurang? Harus pula mengenang jasa para guru. Guru yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mendidik sehingga menjadikannya pintar, pandai, cakap dan berbudaya.

Semakin anak berkembang dan maju, semakin banyak pula orang-orang yang harus dikenang dan dibalas jasanya. Tak hanya dikenang tapi juga harus dibalas kebaikan dengan kebaikan yang setimpal. Kalau bisa sih lebih.

sumber: google

Rudolf Khametovich Nureyev, penari balet Soviet kelas dunia, dalam sebuah interview pernah ditanya “bagaimana kamu bisa melompat setinggi itu dan tampak begitu ringan dan melayang?” Nureyev tidak bisa menjawab. Tapi dia berjanji, saat melompat dalam pertunjukkan nanti malam Nureyev akan mencoba menelaah apa yang dipikirkannya sebelum meloncat. Tak ada yang pernah bisa menduga, di malam pertunjukkan itulah untuk pertama kalinya Nureyev terjatuh di atas panggung.

Kecetit mungkin? Tapi lebih mungkin karena Nureyev memiliki beban. Untuk berpikir sebelum meloncat. Bagaimana mungkin burung bisa terbang tinggi, jika di kakinya dikaitkan ranting-ranting yang telah menjadi alasnya untuk tumbuh besar selama ini? Bagaimana mungkin Kupu-Kupu terbang ke sana ke mari dan menari kalau harus terus membawa selaput kepompongnya? Kacang tidak punya pilihan lain selain membusuk di dalam kulitnya agar bisa selalu mengenangnya.

Adakah manusia yang bisa melupakan tangan-tangan yang menyuapinya saat dia kelaparan? Atau memberikan kehangatan saat dingin menusuk tulang? Jawabannya pasti ada. Dan banyak.

Seorang ayah menjemput anak kecilnya di sekolah. Anaknya yang sedang bermain itu awalnya tak ingin menyudahi keseruannya bermain. Menangkap gelagat itu, ayahnya berjongkok dan membuka kedua tangannya. Anak itu pun seketika berlari dan memeluk ayahnya.

Ayah itu berkata “did you do well in class today?” Anak itu pun menggelengkan kepalanya sambil tertawa.

Ayah kemudian berkata “it’s ok… i only want you to be kind”

Sambil tertawa anak itu bertanya “why?”

Terdengar sayup ayah itu berkata “so you never forget me and mommy”

By:


Satu tanggapan untuk “Kulit Menginginkan Kacang Melupakannya”

  1. Barusan baca ulang tulisan ini. Bahkan kita membayar Zakat, membayar infak, dan beli sapi buat qurban itu gak ikhlas lho. Bohong banget kalo ikhlas. Saya sih bayar semua itu pengennya dapet pahala, prngen dapet barokahnya rizki dari Allah. Goal saya si biar ga lama lama direbus di nerakaNya aja. Itu kalo saya. Gatau deh kalo emang ada orang yang bener bener ngelakuinnya tanpa pamrih.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: